Dari ZUmi Zola Sampai Mustofa Cermin DPRD pun Cermin ketamakan para
penguasa daerah
Kasus Zumi Zola, Mustofa dan yang laiinya menunjukan Pilkada tingkat 1 dan 2 , pemilihan
anggota DPRD 1 dan dua sebagai alat terbaik untuk mewakili kepentingan masyarakat dalam
menjalankan roda pemerintahan di daerah sangat kacau balau bahkan cenderung
bertambah buruk tak tentu arah,
masyarakat terlupakan pada saat selesai kampanye, peimipin dan dewan hanya
sibuk menyiapkan logistic untuk pilkada selanjutnya agar tetap duduk dan eksis.
Sudah selesai 2 priode jadi bupati berikutnya menyiapakan
diri untuk cagub atau bahkan masihmenjabatpun kalau bisa langsung jadi cagub,
kalau gagal masihlah dia eksis jadi bupati atau walikota.
Belumlagi menyiapkan anak, istri adik untuk menduduki
jabatan yang ditingalkan, uniknya baru 6
bulan dilantik jadi Bupati Musi Banyuasin
DOdi reza i sudah langsung nyalon Gubernur Sumatra Selatan, tak tanggung
didukung oleh Golkar dan PDIP yang disandingkan dengan keponakan Megawati .
Inilah Indonesia, milik 240 juta rakyat tetapi hanya jadi “banjakan” para penguasa
yang rakus kekuasaan, rakus kekayaan dan rakus segalanya, mungkin inilah cermin
diri kita sebagai pemakan segala OMNIVORA.
Indahnya Pancasila sebagai dasar Negara mungkin terlalu
indah dan agung sehingga sulit
diterapkan, sila-sila Pancasila dan penjabarannya terlalu sulit dipahami dan selalu
dilupakan pada saat mengambil keputusan untuk rakyat.
Mahalnya biaya Pilkada selalu menjadi persoalan demokrasi ,
budaya Hedonis yang merasuki para
pejabat dapat dilihat dari mewahnya
mobil-mobil para bupati, Gubernur dan anggota dewan, semuanya menjadi “bangsat”
perampok uang rakyat.
Ditengah sulitnya kondisi ekonomi, pasar yang sepi membuat
saya sebagai pedagang mencoba jalan usaha baru, ada beberapa proyek yang
ditawarkan pada tanggal 14 malam saya di
WA oleh satu satu makelar proyek , menawarkan ada kerjaan PL (penunjukan
Langsung) 2 paket sebesar Rp 170.000.000 , tapi ada saratnya besok jam 7 harus
ketemu kepala Bina marga di salah satu kabupaten Di Jawabarat dengan membawa
uang mahar sebesar Rp 70.000.000 untuk dua paket, sementara paket yang tersedia
adalah 10 paket.
Artinya dari sepuluh paket oknum dinas bina marga dan bupati
akan mendapatkan Rp 350.000.000, setelah saya cek ternyata Bupati tersebut kembali mencalonkan diri sebagai Bupati.
Pertama saya memang ngak punya duit kedua saya ngak ada
keberanian,ketiga saya ragu, jikalau saya ambil dan saya paksakan apakah bagus buat anak-anak saya jikan makan dengan
proyek yang diawali oleh sogok dan menyogok.
Pada saat yang sama saya butuh, pilihan ini sangat dilematis
diambil salah tidak diambil salah, dengan berat hati saya tidak ambil dan ada
orang lain yang ambil. Disalah satu Kabuapten Lampung ,
ketua DPRD tingkat 2 meminta jatah setoran dimuka sebesar 20 persen
untuk proyek sebesar 3 milyar atau sebesar 600 juta.
Begitu banyak proyek yang menjadi banjakan antara DPRD dan
Pemda,semuanya membuat saya ragu, masih adakah DPRD dan Pemda yang bersih dan
tidak melakukan tipu-tipu uang rakyat.Pada saat yang sama Pemerintah Pusat sibuk mencari hutang
untuk menutupi devisit APBN, saya sangat yakin jika tidak dixuri oleh DPRD dan pemda serta pejabat pusat maka
sungguh pemerintah tidak butuh utang baru untuk membangun Negara ini.
Kasus Zumi Zola. Tidaklah mungkin DPRD berani meminta uang
jika Zumi Zola bersih, karena pasti akan disegani dan ditakuti, begitu juga
dengan Mustofa, jika memang hati dan pikirannya untuk rakyat, laporkan saja ke
KPK jika DPRD meminta jatah atau ngomong dimedia jika benar tidak ada
keuntungan dalam transaksi tersebut.
Yang paling mungkin kedua-duanya tamak dan rakus, baik untuk
kepentingan pribadi maupun kepentingan
kelompok, jika semua disadap oleh KPK semua anggota DPRD 1 dan 2, kontraktor
proyek pemda, Bupati dan Gubernur
beserta menteri maka KPK akan Panen raya dan bisa habis emua
pejabat dinegeri ini.
Pada saat yang sama pemerintah pusat dan DPR RI belum
punya visi baru akan sistem tata kelola pemerintahan yang baik setelah
“korupsi menjadi kewajiban” para penguasa.
Kita sebagai rakyat , hanya bisa berdoa semoga mereka diberi
hati, menjadi pemimpin yang Adil, tak ada yang kita bisa lakukan sekarang
kecuali hanya satu Doa.
Kenapa Cuman Doa,
Bersuara sudah sangat sering dari ILC sampai oborolan dipinggir
jalan, KPK juga
teru bergerak terus menangkapi
pemimpin yang apes, tapi kita, siapalah kita hanya mampu menulis dan berbicara
diemperan jalan yang tak mungkin mereka
dengar, tetapi untunglah kita masih punya Tuhan yang akan selalu mendengar
ratapan, rintihan penderitaan rakyat yang merana dinegeri gemah ripah loh
Jinawi.
Sebagai anak Bangsa tak bolehlah kita putus asa, pasti ada
waktunya doa kita dikabulkan dan bergerak merontohkan tirani korup di negeri
ini.