Operasi Gajah 1994-1996 Disumberjaya Lampung Barat tragedi pengusiran ribuan petani oleh Pemerintahan Orba, sebuah catatan


Pada tahun 1995 saya masih berumur 17 tahun tepatnya saya kelas 3 SPP-SPMA Hajimena Bandar Lampung.   pada saat liburan sekolah kami biasa mengobrol dan bercanda dengan keluarga dan teman-teman lain yang bersamaan libur disekolah.

Tahun 1995 SMA dikec Sumberjaya baru ada SMA negeri Sumberjaya, ada satu MTS dan SMP PGRI.  Tehnologi belum secanggih sekarang , belum ada WA Facebook  bahkan jaringan telponpun belum ada.

Kalau saya tidak salah kampung kami juga baru masuk listrik PLN tahun 1995 an itupun kadang hidup kadang mati, bahkan sering matinya , dengar-dengar sih overload , jadi harus gantian dengan Kabupaten atau propinsi lain disumatra pada saat beban puncak, dan itu masih juga terjadi sampai tahun 2015 an walau kami sudah punya PLTA  taun 1998

Pada tahun 1990-1995 an karena keterbatasan sarana pendidikan di tempat kami, kebanyakan dari kami sekolah di kota, ada yang dibukit kemuning, kota bumi, metro, Bandar Lampung sebagian ada yang dijawa terutama anak-anak yang masuk pesantren.

Sebagian dari kami terutama Suku Semendo banyak mengirim anaknya ke Aceh, walau  GAM (gerakan aceh merdeka)  masih bersilang sengketa dengan pemerintah pada tahun 1990 an, bukan halangan bagi kami untuk nyantri di Aceh.

Kiblat  Suku Semendo terhadap aceh  soal agama sudah terjadi sejak ratusan tahun lalu, tetapi semenjak masuknya suku sunda Jawa, sebagian dari kami ada yang nyantri dijawa apalagi banyak santri dari Jawa yang masuk kelampung Barat untuk mencari kehidupan.

Ada Nasrullah, ada Amrullah dan saya sendiri ikut nyantri ke jawa barat tepatnya di pesantren Daruttagwa Cibinong. Berangkatnya kami kejawa pada tahuan 1989 an juga karena orang tua kami berteman dengan Haji Dayat Haji Tisna yang anaknya sudah lebih duluan nyantri di Jawa barat dan banyak lagi yang masuk kebeberapa pesantren Tasikmalaya    danJawa Timur
.
Amrullah Ibunya Meninggal dan dia Akhirnya dia harus pulang kelampung dan menyelesaikan pendidikan di Pesantren, dia melanjutkan sekolah di kampung baru kemudian kembali kuliah dibandar di IAIN Bandar Lampung. sementara saya pada saat tamat Snawiyah balik kelampung Masuk SPP SPMA Haji Mena, sementara teman kami yang lain masih banyak tersebar diBandar Lampung , Jawa  dan Aceh.

Pada saat kami belum masuk sekolah kami selalu nginap dikebun ditangah hutan belantara nama tempatnya  matang RIbangan.  Dari Desa Purajaya Masuk ke kampung Sinar Luas terus naik turun gunung , jalan setapak dan  dan perlu waktu 4-5 jam untuk tiba dilokasi, itu juga termasuk dengan keluarga teman tetangga,.

Tidak heran Desa kami yang sekarang namanya Pekon , sangat sepi, motor dan mobil jarang lewat, jam 4 saja sudah sepi.

Kami sekeluarga nginap di dangau (rumah kecil dikebun), biasanya pada saat kekebun setiap keluarga membawa bekal untuk keperluan satu-atau dua bulan, dari gula, beras, garam dan laian.
Di matang ribangan ada banyak talang, biasanya ada 2-20 dangau , pengelompokan ini biasa didasari pertemanan, keluarga,  jadi kita akan bisa saling bantu jika terjadi apa-apa dan pastinya tidak sepi banget.

Pada saat orang tua tengah kebun kami diajak, terkadang ditinggalkan bersama tetangga yang lagi isitirahat, atau ada ibu-ibu yang sedang tidak kekebun tidakdak ada listrik, tidak tv , yang ada hanya radio AM, biasanya siaran radio BBC menjadi sumber berita petani saat itu.

Oang tua kami akan turun kekampung pada saat bekal sudah habis.  Bapak Biasanya kekampung sambil menengok rumah .  Kebetulan Ibu saya dalam adat semendo adalah tunggu Tubang, jadi dirumah kami ada nenek, kakek dan paman yang belum nikah , bahkan adik Ibu yang bungsu usianya 1 tahun dibawah saya.

Kakek Haji Jawaluddin , adalah tauke kopi (bos kopi) local era tahun 1960 sampai 1980 an, biasanya setiap hari sabtu dan minggu petani dari gunung turun ke pasar untuk berbelanja.  Kebetulan pada ta hun1970 sampai 1990an hanya terdapat satu pasar untuk desa kami dan desa tetanggga dan hanya buka pada hari minggu.

Tidak heran setiap hari minggu adalah hari yang ditunggu bagi setiap warga Desa purajaya desa Purawiwiitan, desa Budi Sukur, desa Muarajaya dan semua penduduk gunung matang ribangan, Lebuay, Arum talang senin untuk berbelanja kebutuhan.

Para pedagang sudah datang sabtu sore, mereka menempati los-los dipasar , baru pada minggu pagi mereka buka, dan pasar akan berakhir pada jam 2 siang.  Kami pulang,, para pedagang berkemas pulang kepasar lain.  Hari Senin ada pasar mingguan di daerah Bungin kalau sekarang kec Gedung surian, bisa anda bayangkan betapa pentingnya bagi kami arti pasaran, apalagi untuk petani sedang dikebun butuh waktu 4-5 jam hanya untuk berbelanja kebutuhan pokok , sabun odol micin dan aneka kebutuhan laiinya.

Pada tahun 1990 kakek berhenti  sebaga bos kopi , setelah supir truknya membawa kabur uang hasil penjualan kopi.  Pada saat itu kakek, supir dan Haji Bakri baru pulang dari teluk betung., mereka sedang makan di restoran, Supir pamit mau keluar kemobil sebentar kemudian hilang untuk selamanya sampai hari ini.  

 OH yaa semua kopi dari Lampung, Bengkulu, Jambi , Palembang semuanya masuk ke Bandar Lampung. Banyak bos kopi Besar, dari orang eropa, singapura, maupun pribumi yang menjadi pengumpul besar sekaligus eksportir . Jarak dari kampung kami kebandar Lampung pada tahun 1990 memerlukan waktu 7 -9jam , karena jalan yang tidak terlalu bagus dan memang jarak tempuh  yang jauh.

Pada tahun 90 an ayah kami bernama Hj Jamaani, mecoba dan belajar menjadi Tauke  (bos kopi kecil), yang hanya membeli kopi dari petani dan menjual kopi kebos kampung yang lebih besar, tidak sampaila dijual kopi kebandar lampung apalagi eksportir.

Walau hanya bos kecil, bapak punya “anak buah”. (anak buah disini bukan seperti atasan dan bawahan, tetapi lebih cenderung menjadi Mitra). Biasanya petani Kopi akan mencari bos, baik bos besar maupun kecil.   Tujuannya tidak semata untuk jual kopi, tetapi juga tempat meminjam uang, beras  juga tempat menitipkan uang atau hasil panen.

Sebagian petani hasil panen tidak langsung dijual bersamaan, biasanya kopi dititip ke bos kopi, baru pada saat memerlukan dijual. Petani kopi talang senin tidak semua penduduk sumberjaya, ada juga dari daerah metro,  Bandar lampung, bukit kemuning, bahkan ada yang dari jawa. Mereka akan pulang  1-3 bulan kejawa aau kedaerahnya, kemudian akan kembali kekebun.  Tidak heran ini membuat relasi yang kuat hubungan antara bos dan anak  buah.

Kebetulan rumah kami pas dipersimpangan petani talang senin pada saat mau keluar kejalan raya, jadi posisi yang pas juga buat bapak unuk membuka gudang dan jual beli hasil bumi.
Ada seratus petani  talang senin dan sekitarnya yang kemudian menjual kopi kebapak, usaha bagus petani senang, dan rumah kami selalu ramai pada saat musim panen kopi , terutama pda hari sabtu dan minggu, brgitu dengan puluhan tauke atau bos kopi kecil lainnya.

Setelah selesai panen biasanya petani turun gunung pulang kekampung asal. Kehidupan berjalan normal, relasi social antara suku harmonis, ekonomi tumbuh, teman-teman kami  bisa sekolah bahkan banyak yang kekota.

IItukah Gambaran Desa kami , sederhana, penuh harmoni dan tidak banyak ambisi, hidup hanya nerima apa yang diberikan Tuhan dari tahun ketahun dari hasil panen kopi. 

Pada saat jam delapan pagi , kami menyaksikan brimob yang tak sempat saya hitung, menurut tulisan kuswoyo 2 peleton, 167 polisi kehutanan, 5 ekor gajah, lewat depan rumah kami.   Para orang tua berbisik , para tetangga dan keluarga gelisah, karena walau sayup sudah terdengar rencana pemerintah, apalagi kec Bukit kemuning desa Waykora sudah terdengar adanya pengusiran.

Seumuran saya dan kawan-kawan belumlah banyak tahu, pada saat itu Indonesia masih dizaman kegelapan, tidak ada informasi tidak ada keberanian, yang adaa adalah satu nada satu irama apa kata pemimpin, kita hanya bisa tunduk dan mengatakan iya, tidak ada ruang diskusi, karena dindingpun bisa menjadi mata-mata. untuk lebih lengkap tentang kisah pilu penduduk lampung  yang berada dikawasan hutang lindung dari tahun 1970 sampai 1995 bisa biaca ditulisan kuswoyo.

Pangtue (paman), kakak Bapak datang, karena dia mendapat kabar bahwa kebunnya dimatang ribangan juga bagian yang harus ditinggalkan.  Nampak muka mereka sedih, putus harapan, seperti semuanya sudah mati dan gelap entah apa yang akan terjadi dihari esok.

Dimulai dari Sinar luas, Pak Polisi polhut memberikan instruksi agar semua petani keluar dari tanah yang katanya tanah pemerintah.  Tak ada waktu untuk berdebat dan memprotes, siapa melawan dibereskan, ditodongkan senjata, rumah dibakar, semuanya terjadi begitu cepat.

Di air ringkih desa Bungin, ada yang menyalahkan Tuhan dan menjadi murtad, memprotes entah harus kesiapa, barangkali jika protes ketuhan, tuhan tidak langsung menjawab dan mereka bertanya adilkah ini Tuhan.
                                          poto Antara
Entah apa yang dipikirkan orang Jakarta tentang kami, ahli-ahli kehutanan yang risau karena mereka melihat berdasar citra satelit, kok hutan sudah berganti pohon kopi.  Jakarta Risau, Jakarta galau, termasuk para rimbawan di departemen kehutanan, atas nama kehutanan, mereka langsung kasak kusuk, resah dan akhirnya membuat peta tentang mana kawasan hutan, hutang linddung, hutan konservasi, berdasar apa yang mereka mau.

Sangking gilangya PEjabat Jakarta pada saat itu mereka langsung adopsi peta zaman belanda yang dibuat pada tahun 1920-1930 dan mereka melupakan bahwa Indonesiia sudah merdeka, ada perpindahan penduduk, ada transmigrasi, ada pertumbuhan penduduk ah bagi mereka pada saat ini manalah kita para petani dikampung bernilai.

Bodohnya lagi Gubernur Lampung saat itu senada dan seirama, karena operasi ini berbekal keputusan Gubernur. Hem, menyengsarakan dan mengusir rakyatpun itu juga ternyata bagian dari Proyek.
Kawan, pada saat itu petani menjelang panen kopi, karena luasnya lahan dan penduduk yang harus diusir dari hutan,  para petugas terus memotong pohon kopi dengan sinsau, para polisi mengawasai sementara gajah menghancurkan rumah-rumah penduduk yang memang hanya kayu.

Walau gajah  sudah dididik, bisa diatur, mereka juga bersedih, pernah gajah ngambek dan menangis, melihat ibu-ibu tua yang memohon agar rumahnya jangan dihancurkan.  Bukannya empati yang didapatkan daari petugas, malah langsung dibakar.

Luasnya areal pengusiran, sebagian petani yang belum pohonkopinya ditebang, meminta izin untuk panen yang terakhir kali, bukannya izin yang didapat, tetapi hasil panen yang sudah didapat dirampas jika ketahuan, ataupun jika nasib baik, bisa bagi dua dengan petugas kehutanan dan polisi yang bertugas saat ini.

Ribuan petani turun, Rumah kami penuh, depan belakang rumah ada tenda pengungsi . Bersiap pulang kekampung bagi yang punya rumah, dan bagi tidak punya gelisah, hendak kemana kaki akan melangkah.

Teman-teman seangkatan saya yang masih sekolah, mulai keluar satu persatu, mengikuti jejak orang tua, ada yang  kerui, ada yang Mesuji , jambi dan Bengkulu mencari penghidupan yang baru.
Itulah juga orang Semendo yang tinggal dilampung pada tahun 1995 an mulai merantau ke Jawa, bekerja di Pabrik, jadi kuli atau jadi preman, jadi penjahat semuanya berkat Para penguasa yang hatinya sudah hilang.   Bahkan pada tahun 1995-1998 penduduk di kec SUmberjaya berkurang menurut data statistic.

Jauh-jauh datang dari Bandung, Subbang bekasi Tasikmalaya, Joga, Jawatimur demi sebuah kejayaan semuanya sirna, mimpi Soekarnopun untuk melihat Sumberjaya sebagai tempat baru untuk penghidupan baru, ternyata dirampas oleh Presiden Berikutnya Presiden Soeharto, dan Gubernur Lampung waktu itu yang mengeluarkan surat Operasi Jagawana diLampung Utara pada tahun 1994.
 Manalah ada harganya rakyat pada waktu di mata penguasa,  mana ada rimbawan yang membela , mana ada kampus yang  teriak, sampai hari ini masih menjadi misteri, siapakah yang yang bertanggung jawab , biarlah Tuhan yang Membalas, derita hamper 20000 ribu petani diseluruh Lampung.


1998, titik balik, era  reformasi ,jatuhlah Soeharto yang begitu berkuasa dan ini membuktikan bahwa kekuasaan tak abadi, 3 tahun selepas dia mengusir kami Tuhan menunjukkan bahwa dia harus terusir dari kekuasaan, tepat pada saat itu saya kuliah di IPB dan menjadi pelaku sejarah bersama ratusan ribu mahasiswa .

Tulisan sebuah kenangan  yang saya ingat tentang operasi gajah atau jagawana istilah Rimbawan, tahun 1995.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »