Sumber Gambar
Selamat datang bulan Ramadhan bulan penuh kesucian, bulan penebus dosa dan latihan bagi umat Islam agar mampu mengendalikan diri, tidak hanya dari lapar dan haus tapi juga pengendalian diri dari dari ghibah (membicarakan orang lain), amarah (emosi) , juga termasuk korupsi bagi pejabat dan rakyat, serta prilaku buruk laiinya.
Setiap ramadhan datang, gegap gempita umat Islam menyambutnya, masjid ramai, acara dakwah ditelevisi, dikampus, dikantor dan dimana-mana semarak, bahkan untuk menghormati bulan ramdhan, seluruh tempat hiburan wajib ditutup, begitu juga dengan aparat kepolisian dan satpol PP begitu semangat melakukan razia di hotel-hotel melati untuk memastikan tidak adanya perbuatan asusila. Kesemarakan setiap ramadhan sangat luar biasa, semangat (ghirah) bagi umat Islam juga dimanpaatkan juga secara maksimal oleh para pedagang dengan mengiklankan dakwah berbungkus dagang.
Tidak heran, semarak ramadhan juga diikuti oleh semaraknya para pedagang dari mal sampai pedagang kaki lima, juga pedagang dadakan untuk menyiapkan keperluan para pelaku puasa dari makanan , minuman, baju dan segala pernak-pernik kebutuhan sehari-hari yang dikemas dengan ramadhan. Setiap tahun omset pedagang pada bulan ramadhon meningkat tajam, dari orang tua , remaja dan anak-anakpun sudah paham, bahwa proses latihan selama satu bulan ini juga ternyata harus dirayakan dengan segala atributnya yang wah, bahkan bila perlu semuanya harus baru. Padahal ramadhan adalah sebuah proses yang latihan yang harus diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari setelah itu.
Akan sangat tidak bermakna puasa selama satu bulan ketika kita gagal menata hati, menata prilaku, menata ucapan untuk lebih baik. Seharusnya ada korelasi baru antara prilaku dan ramadhan, sayangya kita terutama saya sering gagal mendapatkan hasil maksimal setelah latihan selesai, sehingga bila kita lihat lebih jauh, dinegara yang mayoritas Islam ini, prilaku korupsi juga super tinggi, karena kita gagal menata hati untuk menahan godaan terhadap barang baru.
Begitu juga dengan keluarga, istri dan anak kadang jadi pembenaran untuk berlebih-lebihan dalam menjalani bulan ramadhan, dari menu makanan yang lebih istemewa dari hari biasa, tidak heran pada saat sahur dan berbuka segala keinginan dihidangkan, walau kenyataanya daya tampung perut tak sebesar napsu pada saat sedang menjalani puasa. Nilai pendidikan Ramadhan yang begitu mulia, ternyata kita sering gagal dalam prosesnya, tidak heran pada akhir ramadhan, masjid-masjid kembali sepi tapi supermarket dan pasar ramai, semuanya menyiapkan proses kemenangan dengan barang baru, padahal pada setiap 10 malam bagian terkandung makna ibadah istimewa yang seharusnya menjadi inti dari proses pelatihan diri.
Bulan Ramadhan juga adalah ujian terbesar bagi kita, takkala semua orang sibuk dengan mencari barang baru, akankah kita menjadi bagian dari itu atau sebaliknya. Keberhasilan ramadhon dilihat dari keberhasilan kita menata hati (lebih tagwa) maka kita akan lebih bijak dan saleh didalam memaknai dan menjalani aktivitas sehari-hari pada saat bulan ramadhan maupun setelah itu. Kegagalan menata hati kita dan keluarga pada saat bulan ramadhan bisa jadi menjadi mala petaka buat kita, karena gelap mata, semua ingin baru walau ternyata kita tak mampu.
Tidak heran prilaku yang berlebihan malah menyebabkan kita terjerembab dalam hutang yang akhirnya pada bulan-bulan berikutnya kita malah gelap mata untuk menghalalkan segala cara menutupi hutang . Semoga saja ramadhan kali ini saya dan anda mampu menata hati, sehingga kesalehan tidak hanya pada awal ramadhan, tapi sepanjang ramadhan dan juga pada bulan-bulan berikutnya.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/s23/ramadhan-hati-baru-bukan-barang-baru_55019675a333111e7351373c Tulisan ini pernah dimuat dikompasiana oleh Sobran Holid