Sumber gambar http://cdn-.tstatic.net/palembang/foto/bank/images/pelaku-korupsi.jpg
Korupsi kata –kata yg dibenci tapi dirindu sebagian besar
mungkin 60% dari kita ketika ada
kesempatan untuk melakukan.
Sulit kita lepas dari korupsi dinegeri ini, system sebagus
apapun seperti tidak mampu mencegah dan menakuti kita dan sebagian besar
pejabat dan penyogok dinegeri.
Kita jenuh dengan berita penangkapan seperti tak pernah ada
rasa takut, ribuan politisi dari tingkat
kabupaten sampai ketua Partai dari laki-laki yg banyak omong sampai politisi
perempuan Damayanti yang tak pernah kedengaran suaranya ternyata juga
maling.
Itu orang hebat, belum lagi dengan birokrasi, dari menteri
agama yg hapal Quran sampai walikota Santun Dada Rosada (walikota Bandung )
ternyata juga sama. Kelurahan juga sama,
birokrasi yg tidak ramah, kecamatan yg Sok kuasa, semuanya membuat kita tidak
berkutik kecuali kita berani memberikan
sesuatu untuk segala urusan kita.
Tidak usah jauh, KTP yg katanya gratis, sampai sekarang kita
sulit mendapatkannya, bahkan adik saya yg pindah dari lampung ke Bandung dengan
mengikuti prosuder hampir enam bulan tidak dapat kTP karena tidak ada Blanko.
Pada saat ada blanko ada dipimpong dari RT, Kecamatan terus
dan terus, sampai akhirnya dibilang habis, walau akhirnya dapat pada bulan 6-
2016 itupun dengan memberi tips hamper 250 ribu dari ktp dan KK.
Itu ditingkat bawah, coba kita kepolsek, minta surat
kehilangan, betul polisi tidak minta tapi entah kenapa kita membiasakan memberi
entah 10 sampai 20 ribu sebagai tanda terimakasih.
Rakyat memberi, Polisi juga diam seakan membenarkan bahwa
itu adalah kebiasaan yg tidak melanggar hukum.
Entah siapa yg harus memulai, yg satu menyalahkan pemberi, sisi lain rakyat menyalahkan Penerima yg malu untuk menolak.
Perlu upaya ekstra dari kita semua, bukan hanya konsensus
tapi harus dimulai dari aparat, karena ada istruksi, ada pimpinan yg bisa
langsung memberikan perintah, ada hokum, itu bisa jika diawali dengan bersihnya
penerimaan polisi dan aparatur pemerintah dari budaya sogok.
Bukankah sudah menjadi tradisi bahwa masuk polisi itu tidak
gratis, begitu juga dengan PNS, semuanya diawali dengan cara yg buruk, niat yg
buruk dan hasilnya sudah pasti buruk.
Pendidikan anti korupsi yg sudah membudaya harus dimulai
ketika kita mempunyai mimpi yg sama untuk membebaskan Indonesia dari korupsi.
Setelah ada mimpi, langkah mudah berikutnya, memastikan
semua orang yg terlibat dalam penerimaan polisi, hakim dan PNS, ABRI dll
telponya di sadap oleh KPK, betul-betul diawasi, jangan sampai kecolongan
sedikitpun jika perlu kita melibat perguruan tinggi menjadi bagian dari tes-tes tesebut.
Setelah bersih, pastikan para semua tlp anggota DPRD dan
DPR, Bupati walikota dan Gubernur dan pejabat pembuat komitmen juga disadap. Mungkin kita perlu banyak alatnya tapi itu
tetap lebih murah, karena dalam jangka panjang akan bisa membersihkan puluhan
ribu pejabat , politisi dari pusat sampai daerah.
Hukuman Maksimal, sama seperti darurat narkoba, semua
koruptor yg korupsi diatas 500 juta dihukum mati. Ini langkah nyata, tinggal kita berani atau
tidak.
Jawabanya pasti tidak, karena yg membuat UU adalah para
politisi senayan, mana mau mereka membunuh diri mereka sendiri.
Tapi Presiden Bisa mengeluarkan perpu dengan dukungan TNI yg
kuat, saya kita ini bisa terjadi, sulit rasanya jjika berharap dari keinginan
para politisi yg hanya sibuk berdebat di senayan sambil pegang HP sms sana-sini
proyek mana yg ada komisinya.
Revolusi Mental yg dicanangkan oleh Jokowi itu bagus, tapi
perlu tindakan nyata, bukan sekedar bualan, jika tidak 5 tahun Jokowi menjabat,
cerita pemberantasan korupsi juga akan sekedar menjadi cerita.
1 komentar:
komentarbetul kawan.. susah berantas korupsi...
Reply